PANCASILA DI TENGAH ISU RADIKALISME



TUGAS AKHIR


PANCASILA DI TENGAH ISU RADIKALISME










                        Nama                       :         Chabib Helmi
                        NIM                         :         14.11.8322
                        Jurusan                    :         S1 TI
                        Dosen Pengampu    :         Drs. Tahajudin Sudibyo





Jurusan Tekhnik Informatika S1 STIMIK Amikom
Yogyakarta
2014
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Pancasila ditengah isu Radikalisme” Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.    Drs. Tahajudin Sudibyo selaku dosen pengampu Pendidikan Pancasila.
2.    Kedua orang tua yang telah membantu dari segi moral maupun materi.
3.    Semua rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik  di masa yang akan datang.



Yogyakarta, 17 September 2014
Penulis






DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ………....................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A.   Latar Belakang..........................................................................................1
B.   Tujuan........................................................................................................2
BAB II PERMASALAHAN....................................................................................3
A.   Radikalisme Agama dan bentuknya di Indonesia......................................3
B.   Penyebab munculnya Radikalisme Agama di Indonesia  .........................4
BAB III PEMECAHAN MASALAH.......................................................................6
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................8
A.   Kesimpulan................................................................................................8
B.   Saran..........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9


BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Akhir-akhir ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia tengah diguncang oleh tindakan oknum-oknum yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi suatu agama, dalam hal ini oknum yang mengatasnamakan Islam sebagai dasar gerakan mereka. Kasus peledakan bom di berbagai daerah di Indonesia atas nama “jihad” hingga isu perekrutan anggota oleh gerakan yang bernama Negara Islam Indonesia (NII) kerap diberitakan di berbagai media massa. Kejadian-kejadian tersebut tentu saja meresahkan masyarakat yang menginginkan kehidupan yang aman, tentram, tanpa adanya rasa was-was akibat  tindakan oknum tersebut yang anarkis, tidak manusiawi, dan cenderung destruktif.
Berbagai opini dan pendapat dari berbagai kalangan pun bermunculan. Ada yang berpendapat bahwa maraknya aksi radikalisme agama timbul akibat lemahnya dan tidak seriusnya pemerintah dalam menangani kasus radikalisme yang semakin berkembang akhir-akhir ini. Kinerja Badan Intelejen Negara (BIN) pun kembali dipertanyakan sebab dianggap lambat merespon aktivitas kawanan teroris sehingga kasus perusakan dan peledakan bom dapat terjadi.
Pendapat yang mengejutkan namun cukup logis mengatakan bahwa isu radikalisme diciptakan dan dipelihara oleh pihak tertentu sebagai bagian dari desain besar untuk meraih dan mengamankan kepentingan politik tertentu (Said Aqil Siroj, 2011:1).
Rencana apapun itu, dibandingkan dengan dahulu masyarakat sekarang sudah semakin cerdas dalam menyikapi isu-isu radikalisme. Masyarakat sudah paham bahwa ada terlalu banyak variabel kemungkinan yang hadir di belakang isu radikalisme yang berkembang.
Pancasila, dasar negara yang mulai dilupakan sebagian besar masyarakat  pun mulai diangkat lagi ke permukaan. Sebagai masyarakat plural yang telah disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika, bukan oleh satu agama saja, mulai memperbincangkan kembali kesadaran untuk memahami dan mengamalkan nilai Pancasila. Masyarakat seperti tercerahkan bahwa selama ini Pancasila telah mati, merapuhkan NKRI dan membuka celah bagi mereka yang ingin bertindak makar. Pancasila  harus kembali menjadi  philosophische grondsag, falsafah dan pandangan hidup bangsa seperti yang dicitakan oleh Ir. Soekarno.

B.   Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Memahami nilai-nilai Pancasila yang berkaitan dengan Radikalisme
2.    Memahami Radikalisme di Indonesia, supaya tidak terbawa ke dalam jaringan radikal.
3.    Untuk memenuhi salah satu syarat mata kuiah Pendidikan Pancasila di STMIK Amikom Yogyakarta tahun akademik 2014/2015.














BAB II
PERMASALAHAN

A.   Radikalisme Agama dan Bentuknya di Indonesia
Radikalisme agama adalah pemahaman terhadap doktrin agama secara tekstual, berlebihan, dan memaksakan ideologinya. Radikalisme agama erat kaitannya dengan fundamentalisme, yaitu paham yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi), yaitu doktrin agama mereka.
Para radikalis dan fundamentalis muslim menginginkan  agar Indonesia, negara republik yang mayoritas beragama Islam menerapkan syariat Islam. “Radikalisme cenderung tumbuh pada rezim pemerintahan yang demokratis atau otoriter”, ujar Sidney Jones di kuliah umum bertema mengenai Radikalisme Agama dan Demokrasi di UIN Jakarta pada Senin (23/5/2011). Ia menambahkan, pada rezim demokrasi radikalisme merupakan bentuk pengaplikasian dari kebebasan bersekpresi yang dimiliki oleh masyarakat. Radikalisme itu sendiri cenderung menjadikan demokrasi sebagai wahana menebar bibit-bibit yang umumnya bertentangan secara langsung terhadap demokrasi.
Kaum radikalis dan fundamentalis agama sendiri menganggap sistem demokrasi itu haram hukumnya dan pemerintah di dalamnya adalah kafir taghut (istilah bahasa arab merujuk pada “setan”), begitu pula masyarakat sipil yang bukan termasuk golongan mereka.
Bentuk radikalisme di Indonesia yang bertujuan untuk melakukan perubahan secara fundamental , menurut Sidney Jones memiliki dua jenis.Pertama, menggunakan aksi massa dengan melakukan demonstrasi. Pada pengunaan aksi massa sebagai bentuk radikalisme, Sidney mencontohkan gerakan-gerakan islam yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ia beranggapan, aksi massa yang dilakukan dengan turun ke jalan, merupakan aksi yang berbentuk soft dan tidak bertentangan dengan demokrasi. Asalkan aksi ini berjalan sesuai tanpa ada tindakan anarkis dari massa.
Kedua,terorisme yang melakukan tindakan menebar teror dan meresahkan masyarakat. Tindakan ini adalah perlawanan frontal terhadap pemerintah yang bersumber dari ayat-ayat mengenai peperangan dalam Al Qur’an. Kasus peledakan bom di Bali, Hotel J.W. Mariot, hingga bom bunuh diri di masjid sebuah Polsek di Cirebon merupakan kasus nyata tindakan radikalisme agama yang ada di Indonesia.  
Tindakan kedua inilah yang dinilai dapat mengancam keutuhan negara. Selain menghilangkan nyawa masyarakat sipil, menimbulkan keresahan, yang akhirnya menurunkan kepercayaan kepada pemerintah.

B.   Penyebab Munculnya Radikalisme Agama di Indonesia

1.     Tidak adanya usaha  pemerintah dalam menangani kasus radikalisme agama mulai dari akarnya. Dalam hal ini diperlukan ketegasan dari pemerintah dalam menyikapi isu radikalisme yang berkembang, dimulai dari kontrol terhadap organisasi, ormas, dan bahkan partai yang berpotensi melakukan tindak anarkis, radikal, teror, dan makar di Indonesia. Pembiaran yang dilakukan pemerintah terhadap kelompok itu telah menjadikan gerakannya semakin berkembang, bahkan diterima oleh masyarakat yang sudah muak dengan kebrobrokan moral petinggi negara dan lari ke doktrin agama.
Penulis mencatat ada begitu banyak organisasi yang secara “halus” memasukkan pemikiran radikalnya ke masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti lewat media massa. Secara tidak sadar, lama-kelamaan masyarakat, terutama usia muda yang masih mencari pembenaran agama akan termakan oleh propaganda yang dibuat begitu licin dan “cerdas”. Ketika sudah masuk ke organisasi tersebut, maka itulah awal dari regenerasi dan pertumbuhan radikalisme di Indonesia. Model kepemimpinan ideal untuk meredam organisasi radikal sebenarnya sudah diterapkan pada masa Presiden Suharto. Sebab, pada masa itu organisasi apapun yang berdiri harus sesuai dan sejalan dengan dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. Meski banyak terjadi pelanggaran HAM dalam prakteknya, terbukti stabilitas nasional begitu kuat.
2.    Ketidakpuasan masyarakat dengan pemerintah sekarang. Korupsi dan kebejatan moral pejabat telah mewarnai keseharian pejabat. Hukum yang berlaku sekarang tidak diindahkan lagi sebab dengan mudahnya hukum bisa dibeli. Kesenjangan ekonomi terjadi di mana-mana. Ketika kepercayaan terhadap pemerintah sudah menurun, maka akan ada celah bagi kaum radikal untuk menegakkan hukum agama di Indonesia, walau dengan tindakan teror sekalipun.

3.    Pemahaman agama yang salah. Menurut K.H. Hasyim Muzadi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), mengungkapkan bahwa munculnya radikalisme dalam Islam disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pengertian seseorang terhadap Islam dan penyalahgunaan Islam untuk perorangan. Kedua, Islam digunakan sebagai pembenaran tanpa mengakui eksistensi agama yang lain. Kelompok radikal mengklaim (truth claim) agama dan kelompoknya yang paling benar. Radikalisme Islam bahkan berakar jauh dalam sejarah, yakni sejak Khulafaurrasyidin dengan pecahnya Islam menjadi beberapa kelompok seperti Khawarij, Syiah, Mu’tazilah dan sebagainya. 

4.    Lemahnya organisasi Islam moderat mengawal massa-nya agar tidak terjebak dalam gerakan radikal. Gerakan seperti NU, Muhammadiyah hampir tidak memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk berkiprah di organisasinya sendiri. Regenerasi pun terhambat dan gerakan radikal berpeluang untuk merekrut kader muda tersebut.












BAB III
PEMECAHAN MASALAH

Litbang Kompas edisi Senin 9 Mei 2011 tentang Jalan Memupus Radikalisme mengadakan jajak pendapat dengan mengajukan pertanyaan “Menurut Anda, hal apa yang paling mendorong berkembangnya radikal bernuansa agama di Indonesia?”. Hasilnya ialah; Pertama, Lemahnya penegakan hukum mencapai 28,0%; Kedua, Rendahnya tingkat pendidikan dan lapangan kerja mencapai 25,2 %; Ketiga, Lemahnya pemahaman ideologi Pancasila mencapai 14,6%; Keempat, Kurangnya dialog antarumat beragama mencapai 13,9%; Kelima, Kurangnya pemahaman agama mencapai 4,9%; Keenam, Ketidakpuasan terhadap pemerintah mencapai 2,3%; Ketujuh, Kesenjangan ekonomi mencapai 1,6%; Kedelapan, Lainnya mencapai 3,1%; Kesembilan, Tidak tahu/tidak jawab mencapai 6,4%.
Dari hasil jajak pendapat tersebut, peran Pancasila terlihat masih dibutuhkan dalam menumpas radikalisme agama di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia, oleh karena itu Pancasila dalam pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan hidup bangsa atau falsafah hidup bangsa (Rukiyati, M.Hum.,dkk, 2008:89).
Berangkat dari pengertian itulah, segenap warga negara Indonesia wajib menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup kesehariannya. Tak boleh lagi ada perdebatan mengenai hukum Pancasila dalam suatu agama, karena pada hakikatnya Pancasila tidak bertentangan dengan agama manapun. Justru para Founding Fathers selalu memasukkan sila Ketuhanan dalam setiap perumusan dasar negara. Itu bukti bahwa kesadaran mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara harus sejalan kehidupan beragama di Indonesia.
Pancasila adalah penjelmaan falsafah bangsa Indonesia yang paling realistis karena berpijak pada proses perjalanan sejarah pembentukan nusantara itu sendiri. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua dan antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan sumberdaya yang melimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik temu penjelajahan bahari yang membawa pelbagai arus peradaban (Yudi Latif, 2011: 3).
Pemerintah dalam hal ini harus melakukan langkah kongkrit agar masyarakat memiliki pemahaman mengenai Pancasila dengan baik. Sebagai contoh, pertama, memasukkan kembali Pendidikan Pancasila ke dalam kurikulum pendidikan SD, SMP, SMA, hingga Universitas agar para generasi muda memiliki wawasan kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi sehingga dapat fokus membangun bangsa tidak mudah terjerat oleh paham radikalisme agama. Kedua, pemerintah harus segera mengontrol organisasi massa yang berpotensi melakukan makar terhadap ideologi Pancasila. Dalam hal ini termasuk pula organisasi yang anarkis dan tidak sejalan tujuan organisasinya dengan UUD, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.Ketiga, ormas Islam moderat harus mampu menguatkan andilnya dengan menolak segala macam bentuk radikalisme dan fundamentalisme. Hal itu bisa dilakukan dengan berperan aktif membantu pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan, sosial-budaya, dll.
Dialog antar umat beragama juga harus dikembangkan di Indonesia. K.H. Hasyim Muzadi mengungkapkan, radikalisme berkembang akibat pembenaran tanpa mengakui eksistensi agama yang lain. Kelompok radikal mengklaim (truth claim) agama dan kelompoknya yang paling benar. Kesadaran pluralisme beragama perlu dikembangkan lagi, agar tidak tercipta kebencian dan permusuhan antar umat beragama. Di sinilah peran Pancasila amat dibutuhkan di mana pola pikir umat beragama tidak boleh melihat sesuatu dengan sudut pandang agamanya saja, namun juga harus lewat sudut pandang kebangsaan, dengan kata lain harus terlebih dahulu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.









BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.

B.   Saran
Peran pemerintah dalam menangani kasus radikalisme seharusnya yang tegas, bahkan dimulai dari kontrol terhadap organisasi, ormas, dan bahkan partai yang berpotensi melakukan tindak anarkis, radikal, teror, dan makar di Indonesia.
Masyarakat juga harus mau mempelajari agama mereka masing-masing, supaya tidak terdoktrin masuk aliran yang radikal dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.








DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.

Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »
Thanks for your comment